Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, Guru Besar Sejarah Undip, saat memaparkan pandangannya tentang relevansi Konferensi Asia-Afrika dalam geopolitik global modern.

JAKARTA (18/4/2025) — Ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan Tiongkok telah memunculkan tantangan besar dalam lanskap global. Di tengah kondisi tersebut, Indonesia didorong untuk kembali memainkan peran strategis, sebagaimana semangat yang dulu dicetuskan dalam Konferensi Asia-Afrika (KAA) tahun 1955 di Bandung.

Menurut Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, Guru Besar Sejarah Universitas Diponegoro, spirit KAA tidak hanya relevan secara historis, namun juga masih sangat aktual untuk menjawab dinamika global saat ini.
“Pada saat itu, Indonesia tidak mau menjadi pihak yang hanya dimainkan oleh globalisasi, tetapi ingin menjadi pemain aktif dalam globalisasi itu sendiri,” ujar Prof. Singgih dalam pernyataan tertulis yang diterima redaksi.

Konferensi Asia-Afrika lahir sebagai respons atas ketegangan Perang Dingin antara Blok Barat dan Timur. Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, tampil sebagai inisiator dalam menyatukan negara-negara Asia dan Afrika untuk menolak dominasi global yang timpang.

Kini, 70 tahun pasca-KAA, dunia memasuki era multipolar. Munculnya BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) sebagai kekuatan baru menunjukkan adanya pergeseran dari dominasi unipolar Barat.
“Secara kasat mata, ya, dunia tampak multipolar. Tapi nuansa bipolar itu masih terasa kuat,” tambah Prof. Singgih.
Ia mencatat bahwa meskipun narasi telah berubah, tensi ideologis antara blok Barat dan Timur tetap nyata. Negara-negara BRICS tidak selalu satu ideologi, namun memiliki kepentingan yang sama: menantang dominasi Amerika Serikat dan sekutunya.
Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, Guru Besar Sejarah Universitas Diponegoro


Prof. Singgih menekankan bahwa kekuatan Indonesia dalam memainkan peran global sangat ditentukan oleh kekokohan internal negeri sendiri.
“Kalau keadaan dalam negeri kita keropos, maka kita tidak akan punya ruang dalam pergaulan internasional,” ujarnya tegas.
Menurutnya, semangat KAA harus dijaga melalui penguatan nilai-nilai Proklamasi Kemerdekaan dan Pancasila, tidak hanya sebagai slogan, tetapi diterapkan secara nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Dengan memperkuat kembali semangat negara Pancasila, kita bisa menjadi negara yang berwibawa dan berkontribusi pada tatanan dunia baru,” tutupnya.(")

 

Next
This is the most recent post.
Previous
Posting Lama

Posting Komentar