Narasumber Dr. H. Bambang Raditya, SE, MM, saat menyampaikan materi dalam Sosialisasi Pendidikan Inklusif dan Anti-Bullying di Ponpes Al Barokah, Sidoarjo. |
SIDOARJO – Para pembina, pengurus, dan guru di sekolah dan pondok pesantren di bawah naungan DPD LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) Kabupaten Sidoarjo siap melaksanakan layanan pendidikan inklusif dan anti-bullying (mencegah dan menangani perundungan). Semangat dan komitmen ini muncul di tengah-tengah Sosialisasi Layanan Pendidikan Inklusif, Bullying, Tindak Kekerasan, Pencegahan dan Penanganannya, Sabtu (14/12/2024).
Kegiatan ini diadakan oleh Bidang Tenaga Pendidik PPG (Penggerak Pembina Generus) Sidoarjo Wilayah Tengah, salah satu pokja (kelompok kerja) LDII Sidoarjo dalam pembinaan generasi muda. Dilaksanakan di Gedung Aula Barokah Pondok Pesantren Al Barokah Sruni, Gedangan, Sidoarjo. Dengan narasumber Dr. H. Bambang Raditya, SE, MM (dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Dr. Soetomo Surabaya) dan Dr. Dewi Ilma Antawati, M.Psi, Psikolog (dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surabaya).
Sebelum menyampaikan materi berjudul “Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Pondok Pesantren”, Dr. Bambang Raditya menampilkan Sugiono, seorang penyandang disabilitas tuna rungu untuk berkomunikasi dengan para peserta. Dengan segala keterbatasannya, bicara berbata-bata disertai gesture bahasa isyarat yang diterjemahkan maknanya oleh narasumber. “Mas Sugiono ini sebagai contoh kepada kita untuk lebih mudah memahami pendidikan inklusif,” katanya.
Dr. Bambang Raditya berinteraksi dengan salah seorang peserta, membahas layanan pendidikan inklusif dan bullying (pencegahan dan penanganannya) |
Menurutnya, ciri dan prinsip, semangat, serta esensi pendidikan inklusif, di antaranya: (1) fokus pada karakteristik siswa, bukan pada kekurangannya; (2) menerima dan melibatkan seluruh santri; (3) fokus pada proses, bukan hasil; (4) fokus pada kekuatan/potensi siswa. “Jangan sampai antar-siswa atau antar-santri dibanding-bandingkan. Itu akan berakibat pada ketidaknyamanan,”ujar dosen yang juga menjabat Sekretaris DPW LDII Provinsi Jawa Timur tersebut.
Para pembina dan guru LDII Sidoarjo berfoto bersama narasumber seusai Sosialisasi Pendidikan Inklusif dan Anti-Bullying di Ponpes Al Barokah, Sabtu (14/12/2024). |
Narasumber kedua, Dr. Dewi Ilma Antawati menyajikan materi terkait dengan isi Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2024 tentang pembentukan TPPK (Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan) di satuan pendidikan (sekolah), termasuk di dalamnya pondok pesantren. Mulai dari definisi kekerasan, bentuk kekerasan, pencegahan kekerasan, dan penanganan kekerasan.
Disebutkan, pada tahun 2022, pengaduan yang masuk ke KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) tercatat 2.133 kasus kekerasan di satuan pendidikan. Dengan kategori tertinggi: anak korban kejahatan seksual, anak korban kekerasan fisik dan /atau psikis, anak korban pornografi dan cyber crime. “Angka kasus ini terdapat kenaikan yang signifikan pada tahun 2023 (3.800 kasus) dan tahun 2024 (belum terdata secara final),”katanya.
“Sesuai dengan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 Pasal 6 bahwa kekerasan meliputi: kekerasan fisik, kekerasan psikis, perundungan (bullying), kekerasan seksual, diskriminasi dan intoleransi, serta kebijakan yang mengandung kekerasan. Bahkan, di antaranya ada yang mengakibatkan korban jiwa (meninggal),”katanya.
Menurutnya, yang memprihatinkan bahwa perundungan seringkali dianggap sebagai bercanda. Seperti: merendahkan, menghina, dan memojokkan. Padahal, bercanda bisa menjadi hal yang positif. Seperti: saling menghargai satu sama lain dan memiliki rasa kasih sayang, tidak mengakibatkan orang lain stress atau tertekan.
Sebagai solusi, Dewi Ilma Antawati menyampaikan beberapa disiplin positif: (1) pendekatan pengasuhan dan pendidikan yang menekankan pembentukan perilaku baik melalui komunikasi yang menghormati, empati, dan konsistensi;l (2) fokus pada pengembangan kesadaran diri, tanggung jawab, dan pengendalian diri tanpa hukuman keras; (3) tujuan menciptakan hubungan yang sehat antara orang tua/guru dengan anak/siswa; (4) prinsip utama: menghormati kebutuhan individu sambil menetapkan batasan yang jelas.
Disebutkan, pada tahun 2022, pengaduan yang masuk ke KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) tercatat 2.133 kasus kekerasan di satuan pendidikan. Dengan kategori tertinggi: anak korban kejahatan seksual, anak korban kekerasan fisik dan /atau psikis, anak korban pornografi dan cyber crime. “Angka kasus ini terdapat kenaikan yang signifikan pada tahun 2023 (3.800 kasus) dan tahun 2024 (belum terdata secara final),”katanya.
“Sesuai dengan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 Pasal 6 bahwa kekerasan meliputi: kekerasan fisik, kekerasan psikis, perundungan (bullying), kekerasan seksual, diskriminasi dan intoleransi, serta kebijakan yang mengandung kekerasan. Bahkan, di antaranya ada yang mengakibatkan korban jiwa (meninggal),”katanya.
Menurutnya, yang memprihatinkan bahwa perundungan seringkali dianggap sebagai bercanda. Seperti: merendahkan, menghina, dan memojokkan. Padahal, bercanda bisa menjadi hal yang positif. Seperti: saling menghargai satu sama lain dan memiliki rasa kasih sayang, tidak mengakibatkan orang lain stress atau tertekan.
Sebagai solusi, Dewi Ilma Antawati menyampaikan beberapa disiplin positif: (1) pendekatan pengasuhan dan pendidikan yang menekankan pembentukan perilaku baik melalui komunikasi yang menghormati, empati, dan konsistensi;l (2) fokus pada pengembangan kesadaran diri, tanggung jawab, dan pengendalian diri tanpa hukuman keras; (3) tujuan menciptakan hubungan yang sehat antara orang tua/guru dengan anak/siswa; (4) prinsip utama: menghormati kebutuhan individu sambil menetapkan batasan yang jelas.
Peserta sosialisasi berjumlah 185 orang, terdiri dari para pembina, pengurus, guru sekolah dan pondok pesantren, para pengurus harian PPG, bidang Tendik (Tenaga Pendidikan), bidang BK (Bimbingan dan Konseling), para penanggung jawab program, para kepala sekolah dan guru PKPPS (Pendidikan Keseteraan Pondok Pesantren Salafiyah) Mulia Insani Sruni dan MA (Madrasah Aliyah) Mulia Insani Sruni.
Saat membuka acara, Ketua PPG Sidoarjo Wilayah Tengah, Suwoto, S.Pd mengatakan, kegiatan tersebut bertujuan untuk membekali para pengurus dan guru sekolah maupun pondok pesantren untuk mendapatkan pengetahuan dan pemahaman yang baik dan benar tentang layanan pendidikan inklusif, bullying serta tindak kekerasan (cara pencegahan dan penanganannya).
Saat membuka acara, Ketua PPG Sidoarjo Wilayah Tengah, Suwoto, S.Pd mengatakan, kegiatan tersebut bertujuan untuk membekali para pengurus dan guru sekolah maupun pondok pesantren untuk mendapatkan pengetahuan dan pemahaman yang baik dan benar tentang layanan pendidikan inklusif, bullying serta tindak kekerasan (cara pencegahan dan penanganannya).
Mewakili Dewan Penasihat PPG, sekolah dan pondok pesantren, KH Rokhim Aminuddin menyambut baik dan mendukung kegiatan tersebut. “Para guru atau pendidik supaya mempunyai pemahaman bahwa masalah-masalah yang muncul dalam pembelajaran atau mengaji bukan hanya tugas BK. Itu juga tugas guru atau pendidik. Semuanya supaya bisa bersinergi atau bekerja sama yang baik. Terlebih untuk membentuk atau membangun 29 karakter luhur generasi muda LDII,”jelasnya.
Acara dipandu oleh moderator Drs. Koesmoko. Di sela-sela kegiatan, para peserta diajak bersama-sama untuk beryel-yel “Bullying…No…!; Inklusif…Oke…!; Prestasi…Yes…!”. Disertai tepuk tangan bersama. Dilanjutkan dengan menyanyi bersama lagu “Anti Bullying”. Para peserta pun begitu antusias mengikuti presentasi para narasumber. Kegiatan ditutup dengan doa yang dipimpin oleh Pemangku Pondok Pesantren Al Barokah, KH. Ir. Suarsis Sutejo.
(KIM DPD LDII Kabupaten Sidoarjo)
(KIM DPD LDII Kabupaten Sidoarjo)
Posting Komentar