LDII SIDOARJO - “Pernah nggak sih kalian berada di situasi yang cenderung salah dalam mengambil keputusan, merasa salah pilihan, menentukan pilihan dalam kondisi yang kadang bikin kita mikir lagi, bener nggak sih ini pilihan ku? Wah, salah nih.” Kenapa seperti itu ?
Tanda perilaku seseorang yang cenderung suka berubah, meremehkan, dan mudah untuk menghakimi terhadap respon yang kita sampaikan kepada orang lain ini sering disebut dengan Hot and Cold Emphaty Gap. Ini merupakan suatu kecenderungan keadaan yang biasa dialami oleh seseorang secara kognitif yang dapat dibagi atas dua hal secara emosional, yaitu Hot State dan Cold State.
Hot State yaitu suatu keadaan dimana emosional seseorang itu sedang dalam kondisi marah, terlalu sedih, ketakutan, dan bahkan lapar. Sedangkan Cold State yaitu keadaan dimana seseorang itu merasa tenang, sabar, dapat berpikir jernih, rasional, dan logis. Sebagai perumpamaan, saat dimana seseorang dalam kondisi senang akan sulit membayangkan bagaimana diri kita nanti saat sedih, sama halnya ketika kita sedih akan cenderung kesulitan saat itu kita untuk membayangkan sesuatu yang sedih.
Perbedaan antara Hot State dan Cold State ini dipengaruhi oleh perasaan atau frekuensi dalam pribadi kita secara emosional. Kadang membuat diri kita sulit untuk memahami apa yang seharusnya kita beri respon dalam suatu keadaan tertentu. Suatu ketika kelaparan melihat daftar menu di sebuah rumah makan, saat itu seseorang akan memiliki kecenderungan untuk memilih hampir keseluruhan menu untuk dipesan, ini merupakan diri dalam kondisi Hot State. Setelah menu yang dipesan tersebut datang dengan jumlah yang terlampau banyak, seseorang baru menyadari jika keputusannya tadi keliru, ini merupakan keadaan dimana diri dalam kondisi Cold State. Mungkin dari sebagian kalian ada yang pernah dengar sebuah quote, “Dont promise when you’re happy, Dont reply when you’re angry, Dont decide when you’re sad.” (Ziad K. Abdelnour)
Salah satu contoh yang mungkin sering terjadi dalam kehidupan kita yang mungkin tanpa kita sadari. Saat ada teman dalam kondisi sedih disebabkan karena patah hati, mereka akan memiliki kebiasaan untuk menghabiskan waktu didalam ruangan sendirian mengurung diri, menangisi hal-hal yang baru saja kehilangan, atau mungkin melakukan hal berbahaya seperti melukai diri sendiri.
Pada saat itu kita kadang suka berbicara dalam hati dengan menghakimi “kalau mungkin aku jadi, aku bakal melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat dari itu yang bisa bikin aku bahagia dan lupa sama kesedihan”. Sebuah pernyataan dimana belum tentu akan kita lakukan saat kita berada dalam kondisi Hot State. Dalam keadaan yang lain kadang kita akan lebih memberi respon dengan saran-saran seperti “sudah nggak usah sedih, lupain aja dia, nggak usah dibawa perasaan terlalu dalam, bodo amat aja”. Itu juga bukan merupakan saran yang dapat membuat teman kita itu menjadi lebih baik.
Pada saat itulah kadang teman kita akan memiliki anggapan terhadap kita, jika kita tidak bisa memahami perasaannya. Dengan kondisi emosional yang berbeda membuat hubungan kita dengan teman menjadi tidak satu frekuensi. Sehingga memungkinkan untuk timbul percekcokkan bahkan perkelahian antar sesama teman atau sahabat, yang ujungnya bisa menjadi hubungan yang tidak rukun.
Ada sebuah pepatah mengatakan “Jangan membuat keputusan ketika sedang marah, dan jangan membuat janji ketika sedang senang” (Ali Bin Abi Thalib). Sebab, itulah Hot & Cold Emphaty Gap ini perlu untuk diketahui dan disadari oleh setiap pribadi agar kita senantiasa bisa bijaksana dalam mengambil keputusan, terlebih ketika itu berhubungan dengan orang lain. Karena emosional seseorang itu sangat dipengaruhi oleh beragam faktor yang sebaiknya tidak terlalu dini bagi kita untuk mudah menghakimi atas apa yang sudah dilakukan oleh orang lain. Sebab itulah kita biasa diajarkan untuk selalu tabayyun dalam merespon atau menanggapi segala sesuatu yang terjadi di lingkungan kita terlebih dengan saudara kita. (Miftahul Adi Suminto)
Posting Komentar