LDII SIDOARJO - Pernahkah suatu ketika Anda sedang merasa down. Selanjutnya, bercerita kepada siapa pun tentang perasaanmu? Misalkan Anda sudah menyelesaikan studi pendidikan tinggi. Kemudian mengirimkan CV (Curriculum Vitae) ke berbagai perusahaan. Dengan niat mendapatkan pekerjaan. Mulai dari yang linear sampai bidang kerja apa pun yang tidak linear dengan back ground akademis Anda. Yang penting bisa dapat kerja.
Kenyataannya sungguh pahit. Berbulan-bulan tidak kunjung menerima panggilan tes. Kalaupun mendapatkan panggilan tes, ternyata tidak diterima. Akibatnya tidak kunjung bisa bekerja alias menganggur. Bahkan, mencoba membuka peluang usaha pun selalu gagal di tengah jalan. Entah karena modal macet, kalah persaingan pemasaran, sampai ditipu partner bisnis.
Ibadah juga sudah ditingkatkan. Mulai dari melaksanakan sholat-sholat sunnah sampai puasa-puasa sunnah. Namun, tetap saja rezeki tak kunjung menghampiri Anda. Padahal, usia Anda terus bertambah. Anda tidak mau lagi semakin menjadi beban orang tua. Belum lagi target-target lainnya yang terus mengejar. Salah satunya target menikah. Anda sadar belum punya tabungan, mana berani untuk melangkah?
Anda pun menceritakan segala keluh kesahmu pada rekan seangkatan. Dia merespon dengan kalimat, “Sudah, sabar saja. Anda masih beruntung, masih bisa makan tiap hari. Lihat tuh orang-orang di luar sana banyak yang tidak bisa makan. Sudah jangan mengeluh saja. Usaha lagi, doa lagi, usaha tidak akan mengkhianati hasil kok, harus berpikir positif dong. No need negative vibe to get positive impact”.
Memang, kalimat tersebut tidak salah. Bertujuan untuk memotivasi Anda untuk kembali bangkit. Menghadapi semuanya. Kembali menyelesaikan masalah dan mewujudkan impian. Tapi, pernahkah Anda merasa tidak membutuhkan kalimat tersebut? Anda merasa muak dengan kalimat itu? Anda seolah dipaksa untuk tidak boleh merasakan ‘susah’, ‘down’, ‘frustasi’, dan emosi-emosi negatif lainnya. Padahal, manusia perlu mengekspresikan dan menerima segala emosi yang dirasakannya. Sebab, melalui emosi tersebut manusia belajar memahami dirinya masing-masing.
Setiap manusia pasti pernah mengalami emosi negative. Rasululloh SAW pun pernah merasa down. Sebab, begitu banyaknya rintangan yang dihadapi ketika menyiarkan agama Islam. Oleh karena itu turunlah Surat Al-Insyirah, dengan ayat-ayat firman dari Allah SWT untuk menghibur beliau. Namun, Allah SWT tidak serta merta langsung menurunkan ayat-ayat tersebut ketika Rasululloh SAW dalam keadaan susah. Allah SWT memberi jeda kepada Rasululloh SAW untuk menyikapi kesusahannya bertahun-tahun lamanya. Sampai ayat ini turun dan dibuktikan dengan kemenangan Makkah.
Nah, ketika teman curhat atau menceritakan segala keluh kesahnya, sebenarnya dia tidak terlalu butuh kalimat motivasi Anda, menyuruhnya untuk segera bangkit sesegera mungkin. Sebenarnya dia tahu apa yang harus dilakukan. Sebenarnya dia tahu kalimat motivasi Anda itu benar. Sebenarnya yang dia butuhkan hanyalah untuk didengar. Maka, jadilah pendengar yang baik. Berikan dia waktu untuk bangkit kembali. Jangan paksa dia langsung bangkit setelah jatuh. Sebab, akan bisa memperparah sakit-nya. Biarkan dia meluapkan kesusahannya, dari diberi kalimat motivasi seperti di atas.
Ada baiknya Anda ganti dengan berkata demikian, “Iya aku tahu kok pasti capek rasanya. Anda hebat. Anda sudah berusaha sejauh ini. Istirahat sebentar tidak apa. Nanti coba lagi, insya Allah Allah SWT sudah menentukan waktu yang tepat. Sekarang belum saatnya. Jangan lupa tetap pasrah ke Allah SWT ya.”
Seolah-olah Anda memahami dan memaklumi apa yang dirasakannya dan mengapresiasikan emosinya. Pasti kalimat tersebut lebih dapat diterima daripada kalimat motivasi sebelumnya. Namun, sesungguhnya kalimat-kalimat positif yang berisi motivasi tetap dibutuhkan untuk didengar untuk saling memberi semangat, hanya saja Anda harus tau kapan Anda menggunakannya. Berikan kalimat motivasi kepada teman Anda yang kurang berusaha. Kurang bersyukur. Kurang pasrah. Untuk lebih giat lagi, dan mengingatkan mereka akan tujuan yang sudah mereka targetkan, namun tidak untuk teman Anda yang sedang merasa down.
Istilahnya zaman sekarang memaksa langsung bangkit setelah jatuh dengan memberi kalimat-kalimat positif dikenal dengan “toxic positivity”. Ya, toxic artinya racun atau sesuatu yang menyakitkan, sedangkan positivity sesuatu yang positif. Seperti kata-kata motivasi yang diberikan pada saat yang tidak tepat seperti suatu racun yang dibungkus kata-kata bijak, terdengar baik, tapi semakin menyakitkan bagi pendengar-nya yang sedang mengalami mental breakdown atau kegagalan. Apresiasilah segala usahanya ketika dia menceritakan keluh kesahnya kepada Anda. Beri dia semangat. Biarkan dia menikmati lukanya. Jangan langsung diajak bangkit dan berlari lagi. Biarkan istirahat sejenak, untuk mengambil nafas panjang. Hati-hati, motivasi bisa akibatkan frustasi. (Ilham ICT)
Posting Komentar